Pesisir Barat,- Kisahnya dimulai dari sebuah kota kecil di Sumatera Bagian Selatan (Lampung) pada tanggal 10 Desember 1961, Ike Edwin, sebuah nama yang erat dengan tipikal budaya Lampung adalah nama sejak kecil sampai saat ini. Ia lahir dan dibesarkan dalam lingkungan keluarga Bangsawan, anak ke 3 dari tujuh (7) bersaudara. Ayahnya Keturunan Bangsawan dari Jurai Saibatin Paksi Pak Skala Bekhak Kepaksian Pernong dan Ibundanya juga keturunan Bangsawan dari Jurai Pepadun Way Kanan. Seperti pada umumnya, Ike Edwin kecil memulai pendidikannya di kampung halaman sendiri, tepatnya di Negara Batin, Way Kanan dan berlanjut di Balik Papan, Kalimantan, masing-masing selesai pada tahun 1973, SMP diselesaikan di Menggala Lampung pada tahun 1976, pada jenjang pendidikan berikutnya, ia melanjutkankan studi di SMA Negeri 1 Pekanbaru Tahun 1979 adalah tahun dimana ia mengakhiri pendidikan tingkat atas untuk sementara waktu.
Menurutnya, keberadaan di bangku sekolah adalah bagian terkecil dalam proses pendewasaan diri dalam mengatur emosi, mengasah bakat dan minat menuju sebuah cita-cita agung yang dibanggakannya. Ia berusaha menambah rasa bangga kedua orang tuanya dengan menunjukkan diri sebagai sosok yang mandiri dan berdikari dalam hal apapun. Kurang lebih atas dasar itu, ia memilih AKABRI sebagai jenjang pendidikan pendidikan dan kariernya agar ia bisa mengasah skill lebih spesifik sebagai bekal mengarungi hidup lebih maju yang lebih baik.
mempersunting Perempuan Cantik dan cerdas bernama Aida Sofina dan dikarunia dua orang anak ini (Muhammad Gusti Saibatin & Gusti Ayu Puan Azizia) tidak pernah mendefinisikan diri sebagai apa atau siapa Karena beliau menghadapi sebuah kehidupan secara linear dan tidak neko-neko, tapi tetap yakin akan sebuah prinsip hidup bahwa “tanggung jawab adalah cara terbaik untuk meraih hak”. Sosok yang mandiri dan berdikari setidaknya telah beliau tunjukkan sebagai lelaki yang giat dan pantang menyerah.
Setelah 12 tahun mengenyam pendidikan formal, ia merampas hak pribadinya sebagai remaja dan memutuskan untuk memasuki dunia Kepolisian, yakni Akademi Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (AKABRI) Praktis setelah studi SMA nya berakhir ia bertekad untuk merantau ke luar Lampung dan mulai menjalani pendidikan Kepolisian di AKABRI saat itu sebelum berganti AKPOL saat ini, spirit untuk maju dan hasrat untuk mengerti semua hal berikut kesabaran yang tinggi sebagai penyeimbang telah menjadikannya sebagai sosok yang patut di perhitungkan, dalam situasi dan hal apa pun. Tidak lama kemudian, pada akhir tahun 1985 ia lulus dari AKABRI dan menyandang pangkat letnan dua, dan mendapat tugas pertama sebagai anggota polri di Polda Metro Jaya, sebuah jabatan yang mungkin terlalu prestise baginya pada saat itu, tapi Tuhan tentu mempunyai rencana berbeda dengan semua itu.
Setelah 40 tahun mengembara dan melanglang buana bertugas di luar Lampung, dan setelah purna tugas dari korps Bhayangkara ia memutuskan untuk pulang dan menetap di Lampung dan terus mengabdikan diri pada masyarakat dengan ilmu pengetahuan dan pengalaman yang ada guna membantu masyarakat, sekaligus meningkatkan kualitas ibadah kepada Allah Subhanahuwata’ala.
Jika kebanyakan putra-putra terbaik yang berasal dari Lampung, yang pernah bekerja dan bertugas di luar provinsi Lampung dan mempunyai tempat tinggal (Rumah) di Jakarta setelah pensiun enggan untuk pulang kembali ke Lampung dan menetap di Jakarta. ( Irfan Fajri/ Pesibar )